Rabu, 05 Desember 2012

RODA PENJELMAAN



Proses reinkarnasi digambarkan sebagai putaran roda yang berputar dari atas ke bawah, kemudian naik ke atas dengan tidak pernah berhenti. Perputaran roda reinkarnasi ini dipengaruhi oleh hokum karma yang dibawa oleh Atman yang disinari dengan Brahman melalui Triloka (tiga tempat), yaitu Bhur, Buvah dan Svah. Maka dalam Gayatri Mantram, Tri loka sangat penting diketahui sebagai tempat terjadinya proses reinkarnasi

Gayatri Mantram mempunyai kesucian yang luar biasa bagi yang mengucapkan sebagai wujud kebesaran Brahman yang selalu kita puja sehingga kita dapat sinarnya dengan melalui meditasi. Bhur artinya Bhurloka alam fisik, bahwa tubuh kita terbuat dari lima unsur yang disebut Panca Maha Buta yaitu
  • tanah (pertiwi)
  • air(apah)
  • api(teja)
  • angin(bayu) dan
  • ether(akasa)
dan kelima unsur ini membentuk Prakriti (alam).
Bhuvah artinya bhuvahloka alam pertengahan, bhuvah juga merupakan Prama Sakti. Meski pun demikian Prama Sakti hanya dapat menghidupkan tubuh karena adanya Prajnanam. Kitab suci Weda mengatakan Prajnanam Brahman artinya Tuhan adalah kesadaran yang selalu utuh dan menyeluruh selamanya.
Svah artinya swargaloka surga tempat para dewa. Proses reinkarnasi mulai dari Svahloka, di mana Atman mendapat sinar dari Brahman dan Atman yang dibungkus dengan Triguna maka lahir dan menjelma di
Bhuvahloka yaitu sebagai manusia di mana pembentukannya terdiri dari 5 unsur yaitu Panca Maha Buta. Setelah manusia meninggal maka Atman lahir di Bhuvahloka. Demikian reinkarnasi tidak pernah berhenti, lahir terus menerus mengikuti suatu garis yang melintang dalam Tri Bhuwana
 

GALUNGAN DATANG


GALUNGAN merupakan hari Pewedalan jagat, yang akan dirayakan pada hari Rabu keliwon wuku Dungulan, tepatnya pada tanggal 29 November 2006 ini, kita melakukan pemujaan pada Tuhan atas terciptanya Jagat dengan segala Isinya oleh Sang Hyang Widhi. Persembahan dan pemujaan terhadap Sang Hyang widhi, dilakukan dengan hati yang tulus dan penuh kesucian, guna memohon kebahagiaan hidup dan agar dapat menjauhkan diri dari Awidya atau kegelapan. Sehari sebelum Galungan disebut dengan Penampahan, maka mulai saat ini segala nafsu harus dihilangkan dari badan sebelum menyambut hari suci besoknya yaitu Galungan.

Manusia dilahirkan dalam keadaan Awidya atau kegelapan, yaitu sifat nafsu murka, irihati, congkak, angkara. Semua sifat ini disimbulkan sebagai Sang Kala Tiga, yang diberi gelar yaitu: Pertama, Sang Bhuta Galungan yang berusaha menyerang dan menggoda kita pada hari Minggu atau Penyekeban. Yang Kedua, yaitu Sang Bhuta Dungulan, yang berusaha menyerang atau menggoda kita pada hari Senin atau Penyajaan. Dan yang Ketiga, adalah Sang Bhuta Amangkurat, yang berusaha menyerang kita pada hari Selasa atau hari Penampahan Galungan. Dan kita juga berusaha lebih kuat lagi untuk mengalahkan godaan-godaan itu. Dan kesadaran umat akan kekuatan suci dibangun dengan "Abhayakala" yaitu melakukan upacara Penyucian diri dari kegelapan atau kala tiga itu. Yang bertujuan untuk membebaskan diri dari pengaruh-pengaruh Sang Kala Tiga. Dan untuk mengharmoniskan kesejahteraan bhuwana agung dan bhuwana alit.

Kita memohon pembersihan dan pensucian dari Hyang Widhi Melalui upacara. Dan upacara ini diakhiri dengan "ngayab dan natab". yaitu menghaturkan dan memohon bersama-sama agar dilimpahkan karunia berupa keselamatan untuk semua anggota keluarga, agar kemudian lebih dapat meningkatkan kesatuan pribadinya serta mampu menaklukkan dan menguasai segala macam godaan, baik yang datang dari luar maupun yang timbul dari dalam diri kita sendiri. Hal inilah yang disebut dengan kemenangan Dharma Melawan Adharma.

Tujuan hidup kita sebagai umat Hindu adalah untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat, dan tujuan hidup itu dalam ajaran agama Hindu direalisasikan melalui ajaran Catur Purusa Artha yaitu empat tujuan hidup manusia yang terdiri dari Dharma/Kebenaran, Artha/harta benda untuk mensejahterakan kehidupannya, kama/keinginan atau nafsu dan moksa yang merupakan tujuan akhir dari hidup manusia. Dengan demikian, tujuan hidup dalam ajaran agama Hindu dapat kita klasifikasikan menjadi dua yaitu tujuan secara duniawi dan tujuan secara rohani. Dalam hal ini keempat tujuan itu merupakan satu kesatuan dan selalu ditunjang oleh Dharma. Harta yang diperlukan untuk menunjang kehidupan, jika diperoleh tanpa berdasarkan dharma, maka harta itu tidak akan berarti, demikian juga halnya dengan kama, dan Dharma pulalah yang menjadi landasan hidup untuk mencapai moksa yang merupakan kemerdekaan atau kelepasan/terbebasnya manusia dari ikatan duniawi dan kelahiran kembali.

Terkait dengan tujuan hidup manusia dalam ajaran agama Hindu yaitu untuk mencapai kebebasan/kemerdekaan yaitu merdekanya roh dari samsara, maka dalam pelaksanaan hari raya Galungan dan kuningan yang mengandung makna kemerdekaan atau kelepasan. Sedangkan untuk mencapai kemerdekaan, pada umumnya didahului oleh suatu pertempuran atau peperangan dan pertarungan. Ada dua mitologi yang dihubungkan dengan perayaan Galungan dan Kuningan sekaligus dengan peperangannya untuk mencapai kemenangan atau kemerdekaan. Kedua mitologi itu adalah peperangan antara raja Mayadanawa melawan Bhatara Indra dan pewarah-warah Bhatari Durga kepada Sri Jaya Kasunu.

Dalam Lontar Jaya Kasunu diceritrakan bahwa sebelum pemerintahan raja Sri Jaya Kasunu, perayaan Galungan dan Kuningan pernah tidak dilaksanakan, oleh karena raja-raja pada jaman itu kurang memperhatikan upacara keagamaan. Hal tersebut dapat mengakibatkan kehidupan rakyat sangat menderita dan umur raja-raja sangat pendek-pendek. Kemudian setelah Sri Jaya Kasunu naik tahta dan juga setelah mendapatkan pewarah-warah dari Bhatari Durga atas permohonannya maka Galungan dan Kuningan kembali dirayakan dengan suatu ketetapan "tidak ada Galungan buwung" atau tidak ada Galungan batal. Sejak itu mulailah kehidupan rakyat menjadi bahagia dan sejahtera serta mendapat umur panjang. Sedangkan pada versi ceritra lainnya, Galungan dihubungkan dengan kekalahan raja Mayadanawa oleh Bhatara Indra.

Raja yang serakah, sombong dan angkuh, yang tidak percaya akan kemahakuasaan Tuhan, yang menyuruh rakyatnya menyembah dirinya. Karena dirinya yang paling berkuasa dan diidentikkan dirinya dengan Tuhan yang berkuasa. Akhirnya peperanganpun terjadi, raja Mayadanawa tak berkutik oleh kekuatan dan kehebatan Bhatara Indra. Sehingga kemenangan Bhatara Indra atas peperangan itu yang dihubungkan dengan perayaan hari raya Galungan dan Kuningan. Dengan demikian Galungan dan Kuningan merupakan simbul hari kemenangan Dharma melawan Adharma. Karena itu pengendalian diri sangatlah kita perlukan. Kita sebagai umat sedharma, marilah kita tanamkan ajaran Tat Twam Asi dan sifat Asah Asih dan Asuh dalam diri masing-masing, sehingga tidak terjadinya perpecahan dikalangan umat sedharma.

Perang melawan musuh didalam diri sendiri sangatlah diutamakan. Musuh-musuh yang disebut seperti: sad ripu, sapta timira, catur mada, dan yang lainnya. Jika sifat-sifat seperti ini bila tidak dikendalikan akan menjadi sifat keraksasaan atau menjadi sifat Bhuta kala, yang berwujud merusak, mabuk, sombong, bengis, kejam, nafsu keangkara murkaan, keserakahan, pemarah, merasa diri memegang kekuasaan, merasa diri paling pintar, pandai atau berilmu, yang semestinya diarahkan atau diabdikan pada pembentukan masyarakat Dharmika yang tata tentram kertha raharja dan sebagainya.

PUNARBHAWA SANG PENYELAMAT



Kalau kita tidak mendalami konsep Atman dan hukum karma (karma pala), maka reinkarnasi sebagai suatu kepercayaan adanya kelahiran yang berulang-ulang dalam agama Hindu agak meragukan, sebab kenyataan yang kita lihat adalah manusia lahir hanya sekali dalam hidupnya. Setelah kita mendalami konsep Atman dan hukum karma(karma pala ) baru kita jelas bahwa reinkarnasi merupakan kelahiran yang berulang-ulang dengan melalui Triloka yaitu Bhur, Bvah, Svah. Reinkarnasi dapat dibuktikan dalam kehidupan umat Hindu dalam melakukan upacara maupun kehidupan sebagai berikut.
1. Umat Hindu di samping percaya adanya Panca Srada sebagai Tatwa atau filsafat agama Hindu juga melakukan ritual yaitu upacara keagamaan. Dalam upacara pemujaan umat Hindu percaya adanya Panca Yadnya yang terdiri dari Dewa Yadnya yaitu pemujaan kepada Hyang Whidi Wasa, Pitra Yadnya pemujaan kepada leluhur, Resi Yadnya pemujaan kepada para resi atau pandita, Buta Yadnya pemujaan kepada sekalian makhluk hidup, dan terakhir Manusa Yadnya pemujaan terhadap keselamatan umat manusia. Dengan kita percaya adanya Pitra Yadnya yaitu memberikan korban suci terhadap leluhur kita, artinya kita percaya leluhur kita itu masih hidup di dunia yang halus (lain loka) dan nanti akan lahir kembali dengan badan lain.

2. Umat Hindu dalam melaksanakan ajaran-ajarannya juga melakukan dana punia seperti orang menabung, karena kita percaya bahwa perbuatan ini akan membawa kebahagiaan setelah meninggal. Kalau manusia sudah meninggal bukan berarti Atman sudah tiada, ini berarti ada kehidupan lain setelah meninggal yaitu kehidupan di lain loka. Setelah hidup di lain loka, tabungan tadi yang disimpan selama hidup di dunia dapat dinikmati yaitu karma-karma yang baik.
3. Dalam mengarungi kehidupan ini umat Hindu berusaha menjalankan kehidupan dengan menegakkan dharma, sebab dengan hidup selalu berlandaskan dharma akan mengurangi dosa-dosa yang pernah dibuat sebelum kehidupan saat ini. Dengan selalu berbuat baik kepada sesamanya, dengan harapan dalam kehidupan di loka yang lain akan lebih baik.

4. Manusia pada umumnya selalu takut datangnya kematian, manusia dengan segala cara selalu menjaga kesehatannya dengan harapan proses kematian jangan terlalu cepat sehingga dapat lama menikmati kehidupan ini. Rasa takut manusia menghadapi kematian adalah suatu pertanda bahwa sudah banyak penderitaan yang lain pada saat matinya dalam kehidupan yang sudah sudah.

5. Bayi yang baru lahir biasanya setelah beberapa hari tanpa diajari sudah dapat menetek susu ibunya, kesediaan si bayi yang sejak baru lahir untuk menetek susu ibunya menandakan suatu pengalaman yang pernah dialami pada kehidupannya yang sudah sudah.

6. Kenyataannya bahwa lahir sebagai manusia berbagai kegemaran yang disebut hobi dan sampai saat ini tidak dapat diteliti sebab-sebab dari kegemaran tersebut dalam kelahiran sekarang ini, maka ini menunjukkan adanya pengalaman-pengalaman di dalam kehidupannya yang sudah-sudah yang tidak dapat diingatkan lagi sebagai sumbernya.

7. Bayi yang baru lahir menangis , ini menandakan bahwa bayi tersebut sudah tahu bahwa hidup sebagai manusia banyak penderitaannya akibat dari dosa-dosanya, maka ini menunjukan adanya pengalaman di dalam kehidupannya terdahulu sebelum lahir sebagai manusia.
Pada kali yuga ini orang berlomba-lomba untuk mengumpulkan harta dengan menggunakan segala cara, yang kadang tidak disadari oleh mereka bahwa sudah jauh menyimpang dari rel etika kehidupan ini. Norma-norma, kaidah agama terlupakan, mereka sudah larut dengan kenikmatan yang sifatnya sementara tanpa memikirkan akibat yang akan ditimbulkan pada kehidupan berikutnya Bagaimana mengantisipasi situasi yang tidak menentu akhir-akhir ini, di mana umat Hindu dihadapkan dengan beberapa masalah yang cukup rumit? Mungkin yang terbaik dilakukan oleh umat Hindu sesuai dengan ajaran Weda adalah dengan melakukan Mona Brata yaitu salah satu Brata yang terdapat dalam Dasa Niyama Brata.